WELCOME TO BIOLOGY WORLD

6.07.2010

Transplantasi Ditinjau dari Aspek Agama

Menurut hukum agama, transplantasi organ dari donor yang masih hidup dan sudah meninggal memiliki hukum yang berbeda. Berikut ini masing-masing penjelasannya:

1. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup

Syara’ membolehkan seseorang saat hidupnya (dengan sukarela) meny­umbangkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan, seperti tangan atau ginjal. Ketentuan itu dikarenakan adanya hak bagi seseorang (yang tangannya terpotong akibat perbuatan orang lain) untuk mengambil diyat (tebusan), atau memaafkan orang lain yang telah memotong tangannya. Memaafkan pemotongan tangan hakekatnya adalah tindakan menyumbangkan diyat. Penyumbangan diyat berarti menetapkan adanya pemilikan diyat, yang berarti menetapkan adanya pemilikan organ tubuh yang akan disumbangkan dengan diyatnya itu. Adanya hak milik orang tersebut terhadap organ-organ tubuhnya berarti telah memberinya hak untuk memanfaatkan organ-organ tersebut, yang berarti ada kemubahan menyumbang­kan organ tubuhnya kepada orang lain yang membutuhkan organ tersebut. Dalam hal ini Allah SWT telah membolehkan memberi­kan maaf dalam masalah qishash dan berbagai diyat. Allah SWT berfirman :

“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudara­nya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu rahmat.” (QS. Al Baqarah : 178)

Syarat-Syarat Penyumbangan Organ Tubuh Bagi Donor Hidup

Syarat di bolehkannya menyumbangkan organ tubuh pada saat seseorang masih hidup ialah bahwa organ yang disum­bangkan bukan merupakan organ vital yang menentukan kelang­sungan hidup pendonor, seperti jantung, hati, dan kedua paru-paru. Hal ini dikarenakan penyumbangan organ-organ tersebut akan mengakibatkan kematian pendonor (membunuh dirinya sendiri). Padahal seseorang tidak dibolehkan membunuh dirinya sendiri atau meminta dengan sukarela kepada orang lain untuk membunuh dirinya. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian.” (QS. An Nisaa’ : 29)

Keharaman membunuh orang yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) ini mencakup membunuh orang lain dan membunuh diri sendiri. Rasulullah SAW bersabda : “…dan siapa saja yang membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu (alat/sarana), maka Allah akan menyiksa orang terse­but dengan alat/sarana tersebut dalam neraka Jahannam.” (Imam Muslim)

2. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal

Hukum tranplanstasi organ dari seseorang yang telah mati berbeda dengan hukum transplantasi organ dari seseorang yang masih hidup. Untuk mendapatkan kejelasan hukum trasnplantasi organ dari donor yang sudah meninggal ini, terlebih dahulu harus diketahui hukum pemilikan tubuh mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum keadaan darurat.

Mengenai hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal, kami berpendapat bahwa tubuh orang tersebut tidak lagi dimiliki oleh seorang pun. Sebab dengan sekedar mening­galnya seseorang, sebenarnya dia tidak lagi memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu hartanya, tubuh­nya, ataupun isterinya. Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya, sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya atau mewasiat­kan penyumbangan organ tubuhnya. Berdasarkan hal ini, maka seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan tidak dibenarkan pula berwasiat untuk menyumbangkannya. Sedangkan mengenai kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya, kendatipun harta bendanya sudah di luar kepemili­kannya sejak dia meninggal, hal ini karena Asy Syari’ (Allah) telah mengizinkan seseorang untuk mewasiatkan seba­gian hartanya hingga sepertiga tanpa seizin ahli warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli warisnya. Adanya izin dari Asy Syari’ hanya khusus untuk masalah harta benda dan tidak mencakup hal-hal lain. Izin ini tidak men­cakup pewasiatan tubuhnya. Karena itu dia tidak berhak berwasiat untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya setelah kematiannya. Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah mewaris­kan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya. Dengan demikian, para ahli waris tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si mayit, karena mereka tidak memi­liki tubuh si mayit, sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan tubuh si mayit tersebut. Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah bahwa pihak penyumbang berstatus sebagai pemilik dari benda yang akan disumbangkan, dan bahwa dia mempunyai hak untuk memanfaatkan benda terse­but. Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit tidak dimiliki oleh para ahli waris, maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak dimiliki oleh selain ahli waris, bagaimanapun juga posisi atau status mereka. Karena itu, seorang dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaat­kan salah satu organ tubuh seseorang yang sudah meninggal untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang membutuhkan­nya.

Sedangkan berdasar hukum kehormatan mayat dan penganiayaan terha­dapnya, Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempun­yai kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Allah telah mengharamkan pelanggaran terha­dap kehormatan mayat sebagaimana pelanggaran terhadap kehor­matan orang hidup. Allah menetapkan bahwa menganiaya mayat sama dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).

Imam Muslim dan Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :

“Sungguh jika seorang dari kalian duduk di atas bara api yang membakarnya, niscaya itu lebih baik baginya daripada dia duduk di atas kuburan !”

Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.

Dengan penjelasan fakta hukum mengenai pelanggaran kehormatan mayat dan penganiayaan terhadapnya, maka tidak dibolehkan membedah perut mayat dan mengambil sebuah organnya untuk ditransplantasikan kepada orang lain, karena tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran terhadap kehormatan mayat merupakan penga­niayaan terhadapnya Sedangkan melanggar kehormatan mayat. diharamkan secara pasti oleh syara’.

Keadaan Darurat

Keadaan darurat adalah keadaan di mana Allah memboleh­kan seseorang yang terpaksa untuk memakan apa saja yang didapatnya dari makanan yang diharamkan Allah, seperti bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain. Apakah dalam keadaan seperti ini dibolehkan mentransplantasikan salah satu organ tubuh mayat untuk menyelamatkan kehidupan orang lain, yang kelangsungan hidupnya tergantung pada organ yang akan dipindahkan kepadanya?

Untuk menjawab pertanyaan itu harus diketahui terlebih dahulu hukum darurat, sebagai langkah awal untuk dapat mengetahui hukum transplantasi organ tubuh dari orang yang sudah mati kepada orang lain yang membutuhkannya. Mengenai hukum darurat, maka Allah SWT telah memboleh­kan orang yang terpaksa untuk memakan apa saja yang didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah hingga dia dapat mempertahankan hidupnya. Allah SWT berfir­man :

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam kea­daaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa atas­nya.” (QS. Al Baqarah : 173)

Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri.

Dari penjelasan di atas, dapatkah hukum darurat terse­but diterapkan (dengan jalan Qiyas) pada fakta transplan­tasi organ dari orang yang sudah mati kepada orang lain yang membutuhkannya guna menyelamatkan kehidupannya?

Jawabannya memerlukan pertimbangan, sebab syarat pener­apan hukum Qiyas dalam masalah ini ialah bahwa ‘illat (sebab penetapan hukum) yang ada pada masalah cabang sebagai sasa­ran Qiyas –yaitu transplantasi organ– harus juga sama-sama terdapat pada masalah pokok yang menjadi sumber Qiyas –yaitu keadaan darurat bagi orang yang kehabisan bekal makanan– baik pada ‘illat yang sama, maupun pada jenis ‘illatnya. Hal ini karena Qiyas sesungguhnya adalah menerap­kan hukum masalah pokok pada masalah cabang, dengan peranta­raan ‘illat pada masalah pokok. Dalam kaitannya dengan masalah transplantasi, organ yang ditransplantasikan dapat merupakan organ vital yang diduga kuat akan dapat menyelamatkan kehidupan, seperti jantung, hati, dua ginjal, dan dua paru-paru. Dapat pula organ tersebut bukan organ vital yang dibutuhkan untuk menyelamatkan kehidupan, seperti dua mata, ginjal kedua (untuk dipindahkan kepada orang yang masih punya satu ginjal yang sehat), tangan, kaki, dan yang semisalnya.

Mengenai organ yang tidak menjadi tumpuan harapan penyelamatan kehidupan dan ketiadaannya tidak akan membawa kematian, berarti ‘illat masalah pokok –yaitu menyelamatkan kehidupan– tidak terwujud pada masalah cabang (transplanta­si). Dengan demikian, hukum darurat tidak dapat diterapkan pada fakta transplantasi. Atas dasar itu, maka menurut syara’ tidak dibolehkan mentransplantasikan mata, satu ginjal (untuk dipindahkan kepada orang yang masih mempunyai satu ginjal yang sehat), tangan, atau kaki, dari orang yang sudah meninggal kepada orang lain yang membutuhkannya.

Sedangkan organ yang diduga kuat menjadi tumpuan hara­pan penyelamatan kehidupan, maka ada dua hal yang harus diperhatikan: Pertama, ‘Illat yang terdapat pada masalah cabang (trans­plantasi) –yaitu menyelamatkan dan mempertahankan kehidu­pan– tidak selalu dapat dipastikan keberadaannya, berbeda dengan keadaan darurat. Sebab, tindakan orang yang terpaksa untuk memakan makanan yang diharamkan Allah SWT, secara pasti akan menyelamatkan kehidupannya. Sedangkan pada transplantasi jantung, hati, dua paru-paru, atau dua ginjal, tidak secara pasti akan menyelamatkan kehidupan orang pene­rima organ. Kadang-kadang jiwanya dapat diselamatkan dan kadang-kadang tidak. Ini dapat dibuktikan dengan banyak fakta yang terjadi pada orang-orang yang telah menerima transplantasi organ. Karena itu, ‘illat pada masalah cabang (transplantasi) tidak terwujud dengan sempurna. Kedua, Ada syarat lain dalam syarat-syarat masalah cabang dalam Qiyas, yaitu pada masalah cabang tidak dibenarkan ada nash lebih kuat yang bertentangan dengannya (ta’arudl raa­jih), yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki oleh ‘illat Qiyas. Dalam hal ini pada masalah cabang –yakni transplantasi organ– telah terdapat nash yang lebih kuat yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki ‘illat Qiyas, yaitu keharaman melanggar kehormatan mayat, atau keharaman menganiaya dan mencincangnya. Nash yang lebih kuat ini, bertentangan dengan apa yang dikehendaki oleh ‘illat masalah cabang (transplantasi organ), yaitu kebolehan melakukan transplantasi.

Berdasarkan dua hal di atas, maka tidak dibolehkan mentransplantasikan organ tubuh yang menjadi tumpuan harapan penyelamatan kehidupan seperti jantung, hati, dua ginjal, dua paru-paru dari orang yang sudah mati yang terpelihara darahnya baik seorang muslim ataupun dzimmi, mu’ahid, dan seorang musta’min kepada orang lain yang kehidupannya tergantung pada organ yang akan ditransplantasikan kepadanya.

-Demikian yang dapat saya tuliskan. Atas kebenarannya yang pasti, hanya Alloh yang tahu.-

Transplantasi Ditinjau dari Aspek Hukum

Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan manusia walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat pengecualian hukuman. Sehingga perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.

Pada saat ini, peraturan perundang–undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok–pokok peraturan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Pasal 1

i. Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.

ii. Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi)yang sama dan tertentu.

iii. Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.

iv. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.

v. Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.

Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.

b) Pasal 10

Transplantasi alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan–ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan/keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia.

c) Pasal 11

1. Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ditunjukolehmentri kesehatan.

2. Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan

d) Pasal 12

Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.

e) Pasal 13

Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas materai dengan 2(dua) orang saksi.

f) Pasal 14

Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.

g) Pasal 15

Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat–akibat dan kemungkinan–kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.

h) Pasal 16

Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transaplantasi.

i) Pasal 17

Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.

j) Pasal 18

Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk keadaan dari luar negeri.

Selanjutnya dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan dicantumkan beberapa pasal tentang transplantasi sebagai berikut:

k) Pasal 33

1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan jaringan tubuh,transfuse darah ,imflan obat dan alat kesehatan,serta bedah plastic dan rekontruksi.

2. Transplantasi organ dan jaringan serta transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan kemanusiaan yang dilarang untuk tujuan komersial.

l) Pasal 34

1. Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan disaran kesehatan tertentu.

2. Pengambilan organ dan jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.

3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Bersambung…..

Data statistik penggunaan transplantasi organ di dunia




6.05.2010

Kenalilah, Apa itu Transplantasi Organ???

Istilah transplantasi yang digunakan sampai sekarang memiliki pengertian pemindahan seluruh atau sebagian jaringan atau organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tidak befungsi dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor dengan persyaratan dan kondisi tertentu. Donor adalah orang yang menyumbangkan alat dan atau jaringan tubuhnya kepada orang
lain untuk tujuan kesehatan. Donor organ dapat merupakan organ hidup ataupun telah
meninggal. Sedangkan resipien adalah orang yang akan menerima jaringan atau organ dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya sendiri. Transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai ‘life saving’ sedangkan transplantasi jaringan dikategorikan sebagai ‘life enhancing’.

A. JENIS-JENIS TRANSPLANTASI

1) Ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan tubuh

a) Transplantasi dengan donor hidup

Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan pada jaringan atau organ yang bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ yang berpasangan misalnya ginjal. Sebelum memutuskan menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi baik resiko di bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Jika dilakukan pada orang yang sama dimana donor dan resipien adalah orang yang sama, maka tindakan ini tidak mempunyai implikasi hukum. Namun akan berbeda jika donor dan resipien adalah orang yang berbeda, karena tindakan ini melibatkan orang lain yang juga memiliki hak, maka dengan sendirinya akan memiliki implikasi hukum dan diperlukan undang-undang yang mengatur.

b) Transplantasi dengan donor mati atau jenazah

Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas. Seperti halnya dengan transplantasi dengan donor hidup yang melibatkan dua orang yang berbeda, tindakan ini juga berimplikasi hukum. Biasanya organ terbaik donor jenazah berasal dari jenazah orang yang masih berusia muda dan tidak mengidap penyakit, maka donor jenazah terbaik biasanya merupakan korban dari kecelakaan, bunuh diri, maupun pembunuhan. Yang pada beberapa negara secara hukum berada pada kekuasaan dokter forensik untuk penyidikan. Di negara tersebut mulai dikembangkan pengambilan organ atau jaringan tubuh dari donor jenazah di ruang autopsi dilakukan oleh dokter forensik dengan prosedur aseptik sehingga lebih praktis dan menghemat biaya. Untuk pengambilan organ atau jaringan tubuh ini dokter forensik bisa dibantu atau diawasi oleh dokter dari bidang lain sesuai dengan organ yang akan diambil. Sebelum pengambilan organ dilakukan informed consent pada jenazah-jenazah tersebut, jika jenazah diketahui identitasnya maka informed consent didapatkan dari keluarga atau ahli warisnya. Namun jika tidak diketahui identitasnya, maka jenazah tersebut dianggap milik negara sehingga dokter forensik dapat mengambil organ atau jaringan tubuh untuk kemudian diserahkan pada bank organ dan jaringan tubuh.

2) Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:

a) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri.

b) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang lain.

c) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies lainnya.

Dalam transplantasi, ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :

1) Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah meninggal.

2) Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain.

Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:

1) Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan / organ.

2) Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.

Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penyembuhan suatu penyakit, tidak dapat begitu saja diterima masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau sosial budaya ikut mempengaruhinya.

A. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi

Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah donor hidup; jenazah dan donor mati; keluarga dan ahli waris; resipien; dokter dan pelaksana lain; dan masyarakat. Hubungan pihak–pihak tersebut dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi diuraikan berikut ini:

  1. Donor Hidup

Orang yang memberikan jaringan/organnya kepada orang lain (resipien). Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut jika kekurangan jaringan/organ yang telah dipindahkan. Di samping itu, untuk menjadi donor, seseorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.

  1. Jenazah dan donor mati

Orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh–sungguh untuk memberikan jaringan/organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal. Seorang donor dikatakan meninggal secara wajar, apabila sebelum meninggal donor itu sakit, dan sudah ditangani oleh dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan

  1. Keluarga donor dan ahli waris

Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau tekanan psikis dan emosi di kemudian hari. Keluarga resipien hanya dituntut memberikan suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah timbulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.

  1. Resipien
    Orang yang menerima jaringan/organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resipien harus benar–benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi, diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resipien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
  2. Dokter dan tenaga pelaksana lain

Untuk melakukan transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor, resipien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal–hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan–pertimbangan kepentingan pribadi.

  1. Masyarakat
    Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan para cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan untuk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini, kemungkinan penyediaan organ yang diperlukan akan dapat diperoleh.

Bersambung…….

MENGAPA HARUS TRANSPLANTASI ORGAN???

Perkembangan peradaban manusia sangat berpengaruh terhadap kesehatan tubuh, khususnya organ-organ dalam. Peradaban yang sedang berkembang di antaranya adalah pola makan manusia sekarang yang cenderung mengandalkan makanan fast food diimbangi dengan semakin rendahnya konsumsi sayur dan buah serta pola istirahat seseorang yang semakin tidak teratur (kecenderungan untuk tidur dalam waktu yang singkat karena tuntutan pekerjaan, dll). Akibat peradaban tersebut banyak organ-organ dalam manusia yang mengalami kerusakan. Dengan adanya kemajuan dalam ilmu medik, salah satu cara yang digunakan dunia medis untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan transplantasi organ jika sudah tidak memungkinkan untuk diobati dan sudah tidak berfungsi. Kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan pengawetan organ, penemuan obat- obatan anti penolakan yang semakin baik sehingga berbagai organ dan jaringan dapat ditransplantasikan.

Sebelum membahas tentang transplantasi organ, akan lebih baik kalau kita mengetahui sejarah transplantasi organ. Transplantasi organ sudah dikenal sejak tahun 600 SM di India. Pada masa itu, Susruta telah melakukan transpalantasi kulit. Sementara zaman Renaissance, seorang ahli bedah dari Italia bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal yang sama. Seorang dokter di Cina, Pien Chi’ao melaporkan telah melakukan pertukaran jantung antara seorang laki-laki dengan semangat kuat tetapi keinginan lemah dengan seorang laki-laki yang semangatnya lemah tapi memiliki keinginan yang kuat dalam berusaha, untuk mencapai keseimbangan dalam hidup. Gereja Katolik mencatat pada abad ke 3, seorang pastur melakukan transplantasi kaki pada seorang umatnya dengan kaki dari jenazah seorang Ethiopia.

John Hunter (1728–1793) diduga merupakan pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat kriteria teknik bedah untuk menghasilkan jaringan transplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi, sistem golongan darah dan sistem histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan. Pada abad ke–20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan menemukan golongan darah sistem ABO dan sistem Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi.

Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat seiring dengan perkembangan teknik transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembang dengan ditemukannya metode–metode pencangkokan, di antaranya :

a. Pencangkokan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr. George E. Green.

b. Pencangkokan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun resipiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.

c. Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjornklund.

d. Pencangkokan ginjal,

e. Pencangkokan hati,

f. Pencangkokan sumsum tulang,

g. Pencangkokan pancreas

Sampai saat ini penelitian tentang transplantasi masih terus dilakukan. Permintaan untuk transplantasi organ terus mengalami peningkatan melebihi ketersediaan organ donor yang ada. Sebagai contoh di China, pada tahun 1999 tercatat hanya 24 transplantasi hati, namun tahun 2000 jumlahnya mencapai 78. Sedangkan tahun 2003 angkanya bertambah hingga 356. Jumlah tersebut semakin meningkat pada tahun 2004 yaitu 507 kali transplantasi. Tidak hanya hati, jumlah transplantasi keseluruhan organ di China memang meningkat sangat drastis. Setidaknya telah terjadi tiga kali lipat melebihi Amerika Serikat. Ketidakseimbangan antara jumlah pemberi organ dengan penerima organ hampir terjadi di seluruh dunia.

Bersambung…….
MET BACA ISI BLOG KAMI